GADIS TEPIAN SUNGAI

 PART 2

Jika malam bisa  menghadirkan kehangatan,untuk apa siang?


Apakah ada petir di siang bolong?.  Nyatanya langit menghitam sebagai pertanda malam. dan aku sedang tak berkhayal. Bapak berseragam coklat ini benar- benar berada tepat dihadapanku. Namun tak pernah aku bersua dengannya, kenapa ia mengunjungi gubuk kami?

"Selamat Malam." sapanya dengan suara berat.

" see..lamat malam pak." jawabku agak terbata

"Mohon maaf saya mengganggu istirahat ibu, saya ingin bertemu dengan saudari ruqayah."

"saya sendiri pak, maaf ada apa ya pak.?"

" Saya ingin mendapatkan keterangan dari saudari tentang kejadian tenggelamnya anak di sungai sore tadi?"

"tenggelam!!?????" ucapku dengan nada tinggi.

"maaf pak saya tidak tau kejadian itu."

" tapi ada yang melihat saudari duduk di tepi sungai sepanjang sore, mohon kerjasama nya!"

aku pun menceritakan semua yang kulakukan tadi sore, seingatku memang ada suara gaduh, tapi yang kulihat hanyalah anak- anak yang sedang mandi di sungai itu.

apakah aku melamun?

ah, entahlah...semakin kupikirkan semakin aku tak mengingatnya dengan jelas.

pak polisi pun pamit pulang dan aku masih dengan pikiranku. Apa yang kulewatkan?

Malam ini terasa panjang, anganku kembali ke masa sore tadi. Aku memang terlalu terpesona dengan senja ini, apakah ini yang membuatku tak menghiraukan sekitarku. Terlalu lelah untuk berfikir, Aku pun tertidur.

Allahu akbar Allahu akbar...

Azan bergema, tak biasanya aku dibangunkan oleh azan. setiap hari aku selalu bangun  jam 4 subuh untuk memulai aktivitasku, Namun lain halnya dengan malam ini. Aku menarik nafas dalam dan menghembuskannya kuat- kuat berharap Fikiran yang menghantui ikut menguap bersamaan dengan helaan nafasku.


Diluar kulihat kegaduhan yang tak biasa, Tergerak untuk keluar rumah karena jiwa Kepo ku meronta ingin dibebaskan. Samar terdengar ibu- ibu berbisik sambil memonyongkan bibir dan menunjuk seseorang.

Kulihat arah jari ibu tersebut dengan sudut pandang yang pas, Nenek Salamah. Mengapa mereka menunjuk - nunjuk guru ngaji anak- anak dusun kami? Nenek salamah adalah orang paling ramah dan penyayang sepanjang yang kukenal. Dengan tangan terikat serta wajah menunduk pilu, Nenek Salamah dibawa oleh pak polisi.

" Tak kusangka nenek salamah pelakunya." Tetanggaku mulai berceloteh.

" Tampang saja yang alim tapi jiwa pembunuh". yang lain menimpali.

Semua sibuk dengan prasangka masing- masing, aku hanya bisa mendengarkan sambil berlalu masuk kembali kedalam rumah.

" Ruqayah, apa benar nenek salamah yang menenggelamkan anak kemaren sore?" Emak bertanya.

" Setauku Nenek salamah tak mungkin melakukan itu mak". Jawabku penuh keyakinan,

Aku yakin tak mungkin nenek salamah melakukan hal sekeji itu. ada anak yang terjatuh ketika berlari saja, nenek salamah yang duluan belari mengejar dan menolong anak itu. Sebegitu Penyayang dan perhatiannya nenek salamah dengan anak- anak. Tak mungkin Beliau dengan tega menenggelamkan seorang anak. 

Tapi yang kusesalkan adalah kenyataan aku berada di lokasi kejadian namun tak menyadari apapun.

apa yang kulewatkan?

Hari terpanjang yang kulalui dalam hidup. walau hati tak menentu aku terus menjalani aktivitasku. Namun aku tak bisa melepaskan ini. Ada beban berat yang seakan mengganjal dan ini membuat sesak. Aku menginginkan kebenaran. walau terkadang kebenaran tak mampu mengalahkan kekuasaan, tapi setidaknya aku berusaha untuk menegakkannya.

Tak ingin berlama Larut dalam kebingungan, aku memutuskan untuk mencari tau, nenek Salamah tak boleh menanggung apa yang tidak ia perbuat. Entah mengapa aku yakin saja kalau Ia tak bersalah. Ada sedikit raut ketakutan disudut matanya. Ketika ia dibawa polisi aku melihat bibirnya bergetar seakan ingin berkata namun tertahan.

Bukan berlagak sebagai Pahlawan apalagi menjadi detektif kesiangan, Aku tak bisa menolak nurani yang terus memanggilku. Karena Ego kadang membutakan nurani dan aku tak ingin menjadi seperti itu. Sadar atas apapun yang mungkin akan menimpaku, aku bersiap untuk segala hal.

Sore ini kuputuskan untuk kembali ke Tepi sungai namun ke sisi yang lain, Karena kemaren aku duduk di sisi yang menghadap kerumahku. Kususuri Sepanjang Tepian Dam, Berharap yang tak pasti. Ibarat pungguk merindukan bulan. Ingin menemukan tapi tak tau yang dicari. Mulailah aku mencari jarum dalam jerami.

Mataku menjadi lelah, karena bolak balik melihat ujung ke ujung. Sampai aku memutuskan untuk pulang saja karena senja lagi - lagi menuntunku untuk Melangkah pulang, tiba- tiba kakiku  tersandung. Jadilah aku bagai balok yang menggelinding.

dugh.. untung ujung Tepian dam sungai dibuat datar, akupun berhenti berguling. Sakit sekali rasanya, kulihat tangan lecet dan dahiku sedikit berdarah. entah kesialan apa yang menimpaku. Beruntung Sore ini sungai sepi, jadi tak ada yang melihatku. Kalau ada orang lain yang melihat, aku akan jadi bahan tertawaan. Entah mengapa warga tak ada yang berani kesungai sore ini setelah kejadian kemarin.

Segera aku berdiri dengan sedikit meringis, Namun mataku tak sengaja menangkap ada sekelebat bayangan hitam. Apa karena kepalaku terbentur jadi penglihatanku buram?

*********************************************************************************


next part 3

Mohon Kritik dan sarannya.

Penulis Dusun.


Salam Literasi.



Komentar

  1. Luar biasa. Pasti best seller kl dah terbit. Saya siap bantu edit.kl pas senggang

    BalasHapus
  2. Aaaah.....kenapa harus berseri...bikim nunggu part 3..
    Lanjutkan Bu...supaya jadi novel yg bisa difilmkan.
    Sibuk punya bayi aja sempet bikin bagus gini...... Malu lah aku jadinya...he...he..he...

    BalasHapus
  3. aku tersenyum membacanya, karena part 3nya pasti akan lebih bagus lagi. aku tunggu part3

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelengkapan Naskah

MENULIS BUKU MAYOR DALAM SEMINGGU

MENJADI PENULIS BUKU MAYOR